EKONOMI - Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi tantangan ekonomi yang semakin kompleks. Utang negara terus membengkak, sementara korupsi kian merajalela di berbagai sektor. Kombinasi dua faktor ini menempatkan Indonesia dalam risiko besar, mendekati situasi yang bisa disebut sebagai 'zero-sum game'—di mana keuntungan yang diperoleh oleh satu pihak hanya terjadi dengan mengorbankan pihak lain, tanpa ada nilai tambah yang nyata bagi negara. Jika tidak segera ditangani dengan serius, Indonesia bisa terjebak dalam lingkaran setan yang sulit keluar, dengan rakyat sebagai korban utama.
Utang Negara: Solusi atau Jerat?
Pemerintah Indonesia selama ini menggunakan utang sebagai salah satu instrumen untuk membiayai pembangunan. Dalam batas tertentu, utang memang bisa menjadi alat yang efektif untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, asalkan digunakan secara produktif. Namun, jika tidak dikelola dengan bijak, utang bisa menjadi beban berat yang justru menghambat pertumbuhan di masa depan.
Menurut data terbaru, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia terus meningkat. Dengan jumlah utang yang terus bertambah, pembayaran bunga utang saja sudah menyerap sebagian besar anggaran negara. Akibatnya, ruang fiskal semakin sempit, dan alokasi untuk sektor-sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur menjadi terbatas. Ironisnya, di tengah beban utang yang besar, banyak proyek yang justru mangkrak atau tidak memberikan dampak ekonomi yang sepadan dengan nilai investasinya.
Salah satu pertanyaan besar yang perlu dijawab adalah: ke mana sebenarnya larinya dana dari utang tersebut? Jika benar-benar digunakan untuk pembangunan, seharusnya ada pertumbuhan ekonomi yang lebih signifikan. Namun, kenyataan di lapangan sering menunjukkan hal yang sebaliknya. Proyek-proyek besar sering kali menjadi ladang basah bagi para elite politik dan kroni-kroninya, dengan berbagai skandal korupsi yang mengiringinya.
Korupsi: Wabah yang Tak Kunjung Sembuh
Indonesia telah lama berjuang melawan korupsi, tetapi hasilnya masih jauh dari memuaskan. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia stagnan, bahkan cenderung memburuk dalam beberapa tahun terakhir. Korupsi tidak hanya terjadi di tingkat atas, tetapi juga meresap hingga ke level pemerintahan daerah, birokrasi, dan proyek-proyek yang seharusnya memberi manfaat langsung bagi masyarakat.
Kasus-kasus korupsi yang terungkap belakangan ini semakin menunjukkan betapa akutnya masalah ini. Mulai dari korupsi bansos, pengadaan alat kesehatan, hingga proyek infrastruktur yang dikorupsi sejak tahap perencanaan. Tidak sedikit pejabat yang tertangkap tangan menerima suap atau melakukan mark-up anggaran, namun hukuman yang mereka terima sering kali jauh lebih ringan dibandingkan dengan kerugian yang mereka timbulkan bagi negara.
Lebih parah lagi, korupsi telah menjadi semacam "budaya" yang sulit diberantas karena melibatkan banyak pihak dalam jaringan yang luas. Dari pengusaha hingga pejabat, dari anggota parlemen hingga aparat penegak hukum—semuanya saling terkait dalam sistem yang menguntungkan segelintir orang dan merugikan banyak pihak.
Dalam kondisi seperti ini, rakyatlah yang menjadi korban utama. Layanan publik yang seharusnya berkualitas justru menjadi ajang mencari keuntungan pribadi. Sekolah kekurangan fasilitas, rumah sakit kekurangan alat medis, jalanan rusak karena proyek yang dikerjakan asal-asalan—semua ini adalah dampak nyata dari sistem yang korup.
Zero-Sum Game: Indonesia dalam Bahaya?
Dalam teori ekonomi dan politik, 'zero-sum game' menggambarkan situasi di mana keuntungan satu pihak berarti kerugian pihak lain dalam jumlah yang sama. Jika korupsi terus merajalela dan utang semakin bertumpuk tanpa memberikan manfaat nyata, Indonesia berisiko masuk ke dalam permainan semacam ini.
Elite politik dan pengusaha yang dekat dengan kekuasaan mungkin tetap bisa menikmati keuntungan besar dari proyek-proyek yang didanai utang. Namun, rakyat biasa justru harus menanggung beban akibat kebijakan yang tidak berpihak pada mereka. Jika utang terus bertambah tanpa pertumbuhan ekonomi yang cukup untuk membayarnya, pada akhirnya beban ini akan jatuh ke generasi mendatang. Inilah bentuk nyata dari 'zero-sum game'—di mana satu pihak terus menumpuk kekayaan dengan mengorbankan pihak lain.
Lebih buruk lagi, jika kondisi ini terus berlanjut, stabilitas sosial bisa terganggu. Ketimpangan ekonomi yang semakin lebar, ketidakpercayaan terhadap pemerintah, dan meningkatnya kemiskinan dapat memicu keresahan sosial yang sulit dikendalikan. Sejarah telah menunjukkan bahwa negara-negara yang gagal mengatasi masalah utang dan korupsi sering kali mengalami krisis berkepanjangan, bahkan kehancuran ekonomi.
Menyelamatkan Indonesia: Langkah Apa yang Harus Diambil?
Situasi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Indonesia masih memiliki peluang untuk keluar dari jebakan 'zero-sum game' ini, tetapi diperlukan langkah-langkah konkret dan keberanian politik untuk melakukannya.
1. Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pengelolaan Utang: Setiap rupiah yang diperoleh dari utang harus digunakan secara transparan dan akuntabel. Proyek-proyek yang dibiayai utang harus memiliki indikator keberhasilan yang jelas dan diawasi ketat oleh lembaga independen.
2. Reformasi Hukum yang Tegas terhadap Koruptor: Tidak cukup hanya menangkap koruptor kelas teri, tetapi juga harus menindak tegas pelaku korupsi di tingkat elite. Hukuman yang lebih berat, termasuk penyitaan aset hasil korupsi, bisa menjadi efek jera bagi mereka yang berniat mencuri uang negara.
3. Peningkatan Efisiensi dalam Anggaran Negara: Anggaran negara harus difokuskan pada sektor-sektor yang memberikan manfaat nyata bagi rakyat. Proyek-proyek yang tidak produktif atau hanya menguntungkan segelintir orang harus dihentikan.
4. Pemberdayaan Rakyat dan UMKM: Alih-alih hanya mengandalkan investasi besar yang sering kali sarat kepentingan politik, Indonesia harus lebih serius dalam mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sektor ini terbukti mampu menjadi tulang punggung ekonomi yang lebih merata dan berkelanjutan.
5. Meningkatkan Partisipasi Publik dalam Pengawasan Pemerintahan: Rakyat harus diberi ruang lebih besar untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Media, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi harus memiliki akses yang lebih luas terhadap informasi mengenai pengelolaan anggaran dan proyek-proyek negara.
Jangan Biarkan Indonesia Kalah dalam Permainan Ini
Indonesia sedang berada di persimpangan jalan. Jika tidak segera mengambil langkah yang tepat, negara ini bisa jatuh ke dalam jebakan 'zero-sum game' yang hanya menguntungkan segelintir elite dan merugikan mayoritas rakyat. Utang yang terus membengkak dan korupsi yang tak terkendali bisa menjadi kombinasi yang menghancurkan.
Namun, harapan masih ada. Dengan reformasi yang serius, kepemimpinan yang kuat, dan partisipasi aktif dari masyarakat, Indonesia bisa keluar dari ancaman ini. Tidak ada waktu untuk berdiam diri—sekaranglah saatnya bertindak sebelum semuanya terlambat.
Jakarta, 06 Februari 2025
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi